Jawaban Makalah
Pembahasan Masalah
POTENSI
SISWA
Pokok Bahasan Masalah : Pembelajaran yang Berorientasi
Pemberdayaan Potensi Siswa
By
H. Holilik . SS
NIM : 122079
PROGRAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS
DARUL ‘ ULUM
JOMBANG 2013
Abstrak: Tugas utama guru adalah
membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga
potensi dirinya (kognitif, afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan
maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan
pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa
untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk
life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya. Agar hal tersebut di
atas dapat terwujud, guru seyogianya mengetahui bagaimana cara siswa belajar
dan menguasai berbagai cara membelajarkan siswa. Model belajar akan membahas
bagaimana cara siswa belajar, sedangkan model pembelajaran akan membahas
tentang bagaimana cara membelajarkan siswa dengan berbagai variasinya sehingga
terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana belajar yang nyaman dan
menyenangkan.
Kata
Kunci: model belajar, model pembelajaran, potensi
siswa, kompetensi, life skill, suasana belajar
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Metode dan strategi pembelajaran sebagai prinsip-prinsip yang mendasari
kegiatan dan mengarahkan perkembangan potensi peserta didik dalam proses
pembelajaran. Kurikulum 2004 berbasis kompetensi
(KBK), yang diperbaharui dengan Kurikulum 2006 (KTSP), telah berlaku selama 4
tahun dan semestinya dilaksanakan secara utuh pada setiap sekolah. Namun pada
kenyataannya, pelaksanaan pembelajaran di sekolah, masih kurang memperhatikan
ketercapaian kompetensi siswa. Hal ini tampak pada RPP yang dibuat oleh guru
dan dari cara guru mengajar di kelas masih tetap menggunakan cara lama, yaitu
dominan menggunakan metode ceramah-ekspositori. Guru masih dominan dan siswa
resisten, guru masih menjadi pemain dan siswa penonton, guru aktif dan siswa
pasif. Paradigma lama masih melekat karena kebiasaan yang susah diubah,
paradigma mengajar masih tetap dipertahankan dan belum berubah menjadi
peradigma membelajarkan siswa. Padahal, tuntutan KBK, pada penyusunan RPP
menggunakan istilah skenario pembelajaran untuk pelaksanaan pembelajaran di
kelas, ini berarti bahwa guru sebagai sutradara dan siswa menjadi pemain, jadi
guru memfasilitasi aktivitas siswa dalam mengembangkan kompetensinya sehingga
memiliki kecakapan hidup (life skill) untuk bekal hidup dan penghidupannya
sebagai insan mandiri.
Demikian
pula, pada pihak siswa, karena kebiasaan menjadi penonton dalam kelas, mereka
sudah merasa enjoy dengan kondisi menerima dan tidak biasa memberi. Selain dari
karena kebiasaan yang sudah melekat mendarah daging dan sukar diubah, kondisi
ini kemungkinan disebabkan karena pengetahuan guru yang masih terbatas tentang
bagaimana siswa belajar dan bagaimana cara membelajarkan siswa. Karena
penghargaan terhadap profesi guru sangat minim, boro-boro sempat waktu untuk
membaca buku yang aktual, mereka sangat sibuk untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya, dan memang itu kewajiban utama, apalagi untuk membeli buku
pembelajaran yang inovatif. Mereka bukan tidak mau meningkatkan kualitas
pemebelajaran, tetapi situasi dan kondisi kurang memungkinkan. Permasalahannya
adalah bagaimana mengubah kebiasaan prilaku guru dalam kelas, mengubah
paradigma mengajar menjadi membelajarkan, sehingga misi KBK dapat terwujud.
Dengan paradigma yang berubah, mudah-mudahan kebiasaan murid yang bersifat
pasif sedikit demi sedikit akan berubah pula menjadi aktif.
Tulisan sederhana ini sengaja dibuat untuk para guru, yang
saya hormati dan saya banggakan, untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan,
semoga dengan sajian sederhana ini dapat dijadikan bekal untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, sehingga kualitas amal
sholehnya melalui profesi guru menjadi meningkat pula. Tulisan ini membahas
tentang kompetensi siswa sesuai tuntutan kurikulum untuk sekedar mengingatkan,
model-model belajar agar memahami benar bagaimana siswa belajar yang efektif,
dan model pembelajaran yang bisa dipilih dan digunakan sesuai dengan situasi
dan kondisi siswa, materi, fasilitas, dan guru itu sendiri.
BAB II
KOMPENTENSI SISWA
A. Kompetensi Siswa
Kompetensi (competency) adalah kata baru dalam bahasa
Indonesia yang artinya setara dengan kemampuan atau pangabisa dalam bahasa
Sunda. Siswa yang telah memiliki kompetensi mengandung arti bahwa siswa telah
memahami, memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran yang telah dipelajarinya.
Dengan perkataan lain, ia telah bisa melakukan (psikomotorik) sesuatu
berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya, yang pada tahap selanjutnya menjadi
kecakapan hidup (life skill). Inilah hakikat pembelajaran, yaitu membekali
siswa untuk bisa hidup mandiri kelak setelah ia dewasa tanpa tergantung pada
orang lain, karena ia telah memiliki komptensi, kecakapan hidup. Dengan
demikian belajar tidak cukup hanya sampai mengetahui dan memahami.
Kompetensi siswa yang harus dimilki selama proses dan
sesudah pembelajaran adalah kemampuan kognitif (pemahaman, penalaran, aplikasi,
analisis, observasi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, koneksi,
komunikasi, inkuiri, hipotesis, konjektur, generalisasi, kreativitas, pemecahan
masalah), kemampuan afektif (pengendalian diri yang mencakup kesadaran diri,
pengelolaan suasana hati, pengendalian impulsi, motivasi aktivitas positif,
empati), dan kemampuan psikomotorik (sosialisasi dan kepribadian yang mencakup
kemampuan argumentasi, presentasi, prilaku). Istilah psikologi kontemporer,
kompetensi / kecakapan yang berkaitan dengan kemampuan profesional (akademik,
terutama kognitif) disebut dengan hard skill, yang berkontribusi terhadap
sukses individu sebesar 40 % . Sedangkan kompetensi lainnya yang berkenaan
dengan afektif dan psikomotorik yang berkaitan dengan kemampuan kepribadian,
sosialisasi, dan pengendalian diri disebut dengan soft skill, yang
berkontribusi sukses individu sebesar 60%. Suatu informasi yang sangat penting
dan sekaligus peringatan bagi kita semua.
B. Model-Model Belajar
Uraian berikut ini adalah untuk menjawab pertanyaan,
bagaimana siswa belajar? Dengan memahami uraian ini, guru (kita) bisa
menyesuaikan pelaksanaan pembelajaran dengan kondisi siswa. Bukankah pemberian
harus diselaraskan dengan mereka yang akan menerima pemberian sehingga dapat
bermanfaat secara optimal, dan tidak sebaliknya.
Model-model
belajar yang dimaksud pada judul di atas adalah berbagai cara-gaya belajar
siswa dalam aktivitas pembelajaran, baik di kelas ataupun dalam kehidupannya
sehari-hari antar sesama temannya atau orang yang lebih tua. Dengan memahami
model-model belajar ini, diharapkan para guru (kita semua) dapat membelajarkan
siswa secara efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.
Ada
berbagai model belajar diantaranya :
·
Peta
Pikiran
·
Kecerdasan Ganda
·
Metakognitif
·
Komunikasi
·
Kebermaknaan Belajar
·
Konstruksivisme
·
Prinsip Belajar Aktif
1. Peta Pikiran,
Buzan
(1993) mengemukakan bahwa otak manusia bekerja mengolah informasi melalui
mengamati, membaca, atau mendengar tentang sesuatu hal berbentuk hubungan
fungsional antar bagian (konsep, kata kunci), tidak parsial terpisah satu sama
lain dan tidak pula dalam bentuk narasi kalimat lengkap. Sebagai contoh, kalau
dalam pikiran kita ada kata (konsep) Bajuri, maka akan terkait dengan kata lain
secara fungsional, seperti gemuk, supir bajay, kocak, sederhana, atau ke tokoh
lain Oneng, Ema, Ucup, Hindun, dan lain-lain dengan masing-masing karakternya.
Demikian pula kata dalam pikiran kita terlintas FKIP Universitas Langlangbuana
Bandung akan terkait alamatnya, pejabatnya, dosen-dosen dan staf administrasi,
dan besar penghargaan untuk perkuliahan per-sks. Silakan anda mencoba
menuliskan / menggambarkan peta pikiran tentang Bajuri dan FKIP Unla di atas.
Kalau dibuat narasinya akan ada perbedaan redaksi, meskipun dengan makna yang
tidak berbeda.
Dalam
bidang studi keahlian anda, misalnya ambil satu materi dalam pelajaran
Matematika, Akuntansi, Agama, atau yang lainnya. Silakan buat (tulis-gambar)
peta pikiran yang terlintas kemudian narasikan secara lisan. Tulisan atau
gambar peta pikiran tersebut dinamakan dengan peta konsep (concept map).
Selanjutnya Buzan mengemukakan bahwa cara belajar siswa yang
alami (natural) adalah sesuai dengan cara kerja otak seperti di atas berupa
pikiran. Yang produknya berupa peta konsep. Dengan demikian belajar akan efektif dengan
cara membuat catatan kreatif yang merupakan peta konsep, sehingga setiap konsep
utama yang dipelajari semuanya teridentifikasi tidak ada yang terlewat dan
kaitan fungsionalnya jelas, kemudian dinarasikan dengan gaya bahasa
masing-masing. Dengan demikian konsep mendapat retensi yang kuat dalam pikiran,
mudah diingat dan dikembangkan pada konsep lainnya. Belajar dengan menghafalkan
kalimat lengkap tidak akan efektif, di samping bahasa yang digunakan
menggunakan gaya bahasa penulis. Mengingat hal itu, sajian guru dalam
pembelajaran harus pula dikondisikan berupa sajian peta konsep, guru
membumbuinya dengan narasi yang kreatif.
Selanjutnya, Buzan mengemukakan bahwa kemampuan otak manusia
dapat memproses informasi berupa bahasa sebanyak 600 – 800 kata permenit.
Dengan kemampuan otak seperti itu dibandingkan dengan kemampuan komputer sangat
tinggi. Jika benar-benar dimanfaatkan secara optimal, setiap kesempatan dapat
dimanfaatkan untuk pembelajaran diri dalam segala hal. Hanya sayang banyak
orang yang mengabaikannya atau digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat
untuk peningkatan kualitas diri, misalnya berangan-angan, menonton, mengobrol
atau bercanda tanpa makna. Bagaimana dengan anda?.
2. Kecerdasan Ganda
Goldman
(2005) mengemukakan bahwa struktur otak, sebagai instrumen kecerdasan, terbagi
dua menjadi kecerdasan intelektual pada otak kiri dan kecerdasan emosional pada
otak kanan. Kecerdasan intelektual mengalir-bergerak (flow) antara kebosanan
bila tuntutan pemikiran rendah dan kecemasan bila terjadi tuntutan banyak. Bila
terjadi kebosanan otak akan mengisinya dengan aktivitas lain, jika positif akan
mengembangkan penalaran akan tetapi jika diisi dengan aktivitasa negatif, misal
kenakalan atau lamunan, inlah yang disebut dengan sia-sia atau mubadzir (at
tubadziru minasy-syaithon).
Sebaliknya
jika tuntutan kerja otak tinggi akan terjadi kecemasan-kelelahan. Kondisi ini
akan bisa dinetralisir dengan relaksasi melalui penciptaan suasana kondusif,
misalnya keramahan, kelembutan, senyum-tertawa, suasana nyaman dan
menyenangkan, atau meditasi keheningan dengan prinsip kepasrahan kepada sang
Pencipta. Dengan demikian aktivitas otak kiri semestinya dibarengi dengan
aktivitas otak kanan.
Sel
syaraf pada otak kiri berfungsi sebagai alat kecerdasan yang sifatnya logis,
sekuensial, linier, rasional, teratur, verbal, realitas, ide, abstrak, dan
simbolik. Sedangkan sela syaraf otak kanan berkaitan dengan kecerdasan yang
sifatnya acak, intuitif, holistic, emosional, kesadaran diri, spasial, musik,
dan kreativitas. Penting untuk diketahui bahawa kecerdasan intelkektual
berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20% sedangkan kecerdasan emosional
sebesar 40%, siswanya sebanyak 40% dipengaruhi oleh hal lainnya.
Ary
Ginanjar (2002) dan Jalaluddin Rahmat (2006) mengukakan kecerdasan ketiga,
yaitu Kecerdasan Spiritual (nurani-keyakinan) atau kecerdasan fitrah yang
berkenaan dengan nilai-nilai kehidupan beragama. Sebagai orang beragama, kita
semestinya berkeyakinan tinggi terhadap kecerdasan ini, bukankah ada ikhtiar
dan ada pula taqdir, ada do’a sebagai permintaan dan harapan, dan ibadah
lainnya. Bukankan ketentraman individu karena keyakinan beragama ini.
Gardner
(1983) mengemukakan tentang kecerdasan ganda yang sifatnya mulkti dengan
akronim Slim n Bill, yaitu Spacial-visual , Linguistic-verbal, Interpersonal-communication,
Musical-rithmic, natural, Body-kinestic, Intrapersonal-reflective,
Logic-thinking-reasoning.
3. Metakognitif
Secara
harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan secara bebas sebagai kesadaran
berfikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses
berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah
terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu.
Sharples & Mathew (1998) mengemukakan pendapat bahwa metakognitrif dapat
dimanfaatkan untuk menerapkan pola pikir pada situasi lain yang dihadapi.
Kemampuan
metakognitif setiap individu akan berlainan, tergantung dari variabel meta
kognitif, yaitu kondisi individu, kompleksitas, pengetahuan, pengalaman,
manfaat, dan strategi berpikir. Holler, dkk. (2002) mengemukakan bahwa
aktivitas metakognitif tergantung pada kesadaran individu, monitoring, dan
regulasi.
Komponen
meta kognitif menurut Sharples & Mathew ada 7, yaitu: refleksi kognitif,
strategi, prediksi, koneksi, pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan
Holler berpendapat tentang komponen metakognitif, yaitu: kesadaran, monitoring,
dan regulasi.
Metakognitif
bisa digolongkan pada kemampuan kognitif tinggi karena memuat unsure analisis,
sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal tumbuhkembangnya kemampuan inkuiri
dan kreativitas. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran semestinya
membiasakan siswa untuk melatih kemampuan metakognitif ini, tidak hanya
berpikir sepintas dengan makna yang dangkal.
4. Komunikasi
Siswa dalam belajar tidak akan lepas dari komunikasi antar
siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru. Kemampuan
komunikasi setiap individu akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang
bersangkutan dan membentuk kepribadiannya, ada individu yang memiliki pribadi positif
dan ada pula yang berkpribadian negatif.
Perhatikan
hasil penelitian Jack Canfield (1992), untuk kita simak dan renungkan, bahwa
seorang anak ayang masih polos-natural, setiap hari biasa menerima 460 komentar
negatif dan 75 koentar positif dari oarng yang lebih tua dalam kehidupannya.
Akibatnya sungguh mengejutkan, anak yang pada awalnya secara alami penuh
keyakinan, keberanian, suka tantangan, ingin mencoba, ingin tahu dengan
pengaruh komunikasi negatif yang lebih dominant dari orang sekelilingnya,
ternyata lama kelamaan keyakinannya terguncang dan rasa percaya dirinya
menurun, sehingga dia tumbuh menjadi penakut, pemalu, ragu-ragu, menghindar,
membiarkan, dan cemas. Dampak selanjutnya pada waktu bwersekolah, belajar
menjadi beban dan rasa ercaya dirinya berkurang. Makin lama ia makin dewasa,
pribadinya berpola negative, seperti pesimis, m\udah menyerah, dikendalikan
keadaan , prasangka, pembenaran, menimpakan kesalahan, dan sibuk dengan alasan.
Berbeda dengan individu yang memiliki pribadi positif, yaitu optimis,
mengendalikan keadaan, ada kebebasan memilih, punya alternative, partisipatidf,
dan mau memperbaiki diri.
Sebagai guru, tentunya akan berhadapan dengan siswa yang
berkepribadian negative seperti di atas dan tentunya tidak untuk dibiarkan karena
profesi guru adalah amanat. Bagaimanakh menghadapi siswa dengan pola pribadi
seperti irtu? Caranya anatar lain dengan cara tidak memvonis, katakana “saya
….” bukan katanya, jangan sungkan untuk apologi jika kesalahan, tumbuhkan citra
positif, bersikap mengajak dan bukan memerintah, dan jaga komunikasi non verbal
(eksprsi wajah, nada suara, gerak tubuh, dan sosok panutan). Mengapa demikian?
Karena cara berkomunikasi akan langsung berkenaan dengan akal dan rasa, yang
selanjutnya mempengaruhi poses pembelajaran.
5. Kebermaknaan Belajar
Dalam belajar apapun, belajar efektif (sesuai tujuan)
semestinya bermakna. Agar bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar
dan melihat tetapi harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya,
menjawab, berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi).
Dalam
bahasa Sunda ada pepatah “pok-pek-prak” yang berarti bahwa belajar mempunya
indikator berkata-pok (bertanya-menjawab-diskusi,presentasi). Mencoba-pek
(menyelidiki, meng-identifikasi, menduga, menyimpulkan, menemukan), dan
melaksanakan-prak (mengaplikasikan, menggunakan, memanfaatkan, mengembangkan).
Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro (1908) mengemukakan tiga prinsip
pembelajaran ing ngarso sung tulodo (jadi pemimpin-guru jadilah teladan bagi
siswanya), ing madyo mangun karso (dalam pembelajaran membangun ide siswa
dengan aktivitas sehingga kompetensi siswa terbentuk), tut wuri handayani
(jadilah fasilitator kegiatan siswa dalam mengembangkan life skill sehingga
mereka menjadi pribadi mandiri). Dengan perkataan lain, pembelajaran adalah
solusi tepat untuk pelaksanaan kurikulum 2006, dan bukan dengan kegiatan
mengajar.
Selanjutnya,
Vernon A Madnesen (1983) san Peter Sheal (1989) mengemukakan bahwa kebermaknaan
belajar tergantung bagaimana cbelajar. Jika belajar hanya dngan membaca
kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar
dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai 70 %, da belajar dengan
melakukan dan mengkomunikasikan besa mencapai 90%.
Drai
uraian di atas implikasi terhadap pembelajaran adalah bahwa kegiatan
pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara optimal, tidak cukuop dengan
mendengar dan melihat, tepai harus dengan hands-on, minds-on, konstruksivis,
dan daily life (kontekstual).
6. Konstruksivisme
Dalam
paradigma pembelajaran, guru menyajikan persoalan dan mendorong (encourage)
siswa untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, berhipotesis, berkonjektur,
menggeneralisasi, dan inkuiri dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan
persoalan yang disajikan. Sehingga jenis komunikasi yang dilakukan antara
guru-siswa tidak lagi bersifat transmisi sehingga menimbulkan imposisi
(pembebanan), melainkan lebih bersifat negosiasi sehingga tumbuh suasana
fasilitasi.
Dalam kondisi tersebut suasana menjadi kondusif (tut wuri
handayani) sehingga dalam belajar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan dan
opengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yang lebih baik. Siswa membangun
sendiri konsep atau struktur materi yang dipelajarinya, tidak melalui pemberitahuan
oleh guru. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep atau aturan yang telah
dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri ang mengemasnya. Mungkin saja
kemasannya tidak akurat, siswa yang satu dengan siswa lainnya berbeda, atau
mungkin terjadi eksalahan, di sinilah tugas guru memberikan bantuan dan arahan
(scalfolding) sebagai fasilitator dan pembimbing. Keslahan siswa merupakan
bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu cirinya ia sedang
belajar, ikut partisipasi dan tidak menghindar dari aktivitas pembelajaran.
Hal
inilah yang disebut dengan konstruksivisme dalam pembelajaran, dan memang
pembelajaran pada hakikatnya adalah konstruksivisme, karena pembelajaran adalah
aktivitas siswa yang sifatnbya proaktif dan reaktif dalam membangun
pengetahuan. Agar konstruksicvisme dapat terlaksana secara optimal, Confrey
(1990) menyarankan konstruksivisme secara utuh (powerfull constructivism),
yaitu: konsistensi internal, keterpaduan, kekonvergenan, refeleksi-eksplanasi,
kontinuitas historical, simbolisasi, koherensi, tindak lanjut, justifikasi, dan
sintaks (SOP).
7. Prinsip Belajar Aktif
Ada dua jenis belajar, yaitu belajar secara aktif dan secara
reaktif (pasif). Belajar secara aktif indikatornya adalah belajar pada setiap
situasi, menggunakan kesempatan untuk meraih manfaat, berupaya terlaksana, dan
partisipatif dalam setiap kegiatan. Sedangakan belajar reaktif indikatornya
adalah tidak dapat melihat adanya kesempatan belajart, mengabaikan kesempatan,
membiarkan segalanya terjadi, menghindar dari kegiatan.
Dari
indikator belajar aktif, sesuai dengan pengertian kegiatan pembelajaran di
atas, maka prinsip belajar yang harus diterapkan adalah siswa harus sebaga
subjek, belajar dengan melakukan-mengkomunikasikan sehingga kecerdasan
emosionalnya dapat berkembang, seperti kemampuan sosialisasi, empati dan
pengendalian diri. Hal ini bisa terlatih melalui kerja
individual-kelompok,diskusi, presentasi, tanya-jawab, sehingga terpuku rasa
tanggung jawab dan disiplin diri.
Prinsip belajar yang dikemuakan leh Treffers (1991) adalah
memiliki indikatro mechanistic (latihan, mengerjakan), structuralistic
(terstrutur, sitematik, aksionmatik), empiristic (pngelaman induktif-deduktif),
dan realistic-human activity (aktivitas kehidupan nyata). Prisip tersebut akan
terwujud dengan melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan keterlibatan
intelektual-emosional, kontekstual-trealistik, konstruksivis-inkuiri,
melakukan-mengkomunikasikan, dan inklusif life skill.
C. Model-model Pembelajaran
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar
mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai
model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada
model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh
karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan
kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan
kondisi guru itu sendiri.
Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk
dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kjondisi yang
dihadapi. Akan tetapi sajian yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian
dan rasional serta sintaks (prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya
diserahkan kepada guru untuk melakukan penyesuaian, penulis yakin kreativitas
para guru sangat tinggi.
1. Koperatif (CL, Cooperative
Learning).
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai
makhluq sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan
dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan
memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih
dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas,
tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi
karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar
menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi
model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep,
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar
kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 –
5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan
fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau
presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi,
pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi
hasil kelompok, dan pelaporan.
2. Kontekstual (CTL, Contextual
Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai
dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait
dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa
manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran
siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan.
Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan
mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan
sosialisasi.
Ada
tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model
lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian
kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning
(eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi,
inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam
belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan),
inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak
lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah
pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian
portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan
berbagai cara).
3. Realistik (RME, Realistic
Mathematics Education)
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh
Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi
konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal
(tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam
menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi
matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).
Prinsip
RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi),
pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke
formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi
(pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru
dalam penemuan).
4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct
Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang
menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara
pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan
prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini
sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).
5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL,
Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model
pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa,
untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara
adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan
menyenangkan agar siswa dap[at berpikir optimal.
Indikator
model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi,
induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis,
generalisasi, dan inkuiri
Dalam
hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum
dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau
menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya
adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok
atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa
mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya
menemukan solusi.
7. Problem Posing
Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing,
yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali
masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah:
pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi
tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.
8. Problem Terbuka (OE, Open Ended)
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya
pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara
(flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency).
Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas,
kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi.
Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau
pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam.
Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban
tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses
daripada produk yang akan membentiuk pola piker, keterpasuan, keterbukaan, dan
ragam berpikir.
Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara
matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai
dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan
rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).
Sintaknya
adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat
reson siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.
9. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara
guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali
sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan
engalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa
memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan
demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Dengan
model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa
secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif,
siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa
dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang,
namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya
serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada
lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman,
menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus
dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah
berpartisipasi
10. Pembelajaran Bersiklus (cycle
learning)
Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara
bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric),
dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan
rasyarat, eksplnasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan,
dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.
11. Reciprocal Learning
Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam
pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar,
mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan
bhawa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya,
representasi, hipotesis.
Untuk
mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran
resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul,
membaca-merangkum.
12. SAVI
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa
belajar haruslah memanfaatkan semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah
SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on,
aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang
bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak,
berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi;
Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui
mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat
peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan
kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan
berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi,
menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
13. TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa
heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh
tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi.
Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi
antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi
permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut,
santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil
kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam
beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang
pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:
a. Buat
kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan
\mekanisme kegiatan
b. Siapkan
meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa
yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari
tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya
paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil
kesewpakatan kelompok.
c. Selanjutnya
adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah
disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu
(misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya
diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu
dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan
skor yang dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good,
medium.
Bumping, pada turnamen kedua (
begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat
duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam
kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya
diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e. Setelah
selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan
penghargaan kelompok dan individual.
14. VAK (Visualization, Auditory,
Kinestetic)
Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan
efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain
manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih,
mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan
somatic ekuivalen dengan kinesthetic.
15. AIR (Auditory, Intellectualy,
Repetition)
Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya
hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan,
pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.
16. TAI (Team Assisted Individualy)
Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan
Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980)
tanggung jawab vbelajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus
membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi
guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.
Sintaksi
BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan
bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa
pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi
sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes
formatif.
17. STAD (Student Teams Achievement
Division)
STAD adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan
sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan
belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga
terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa
atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.
18. NHT (Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif
dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki
nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama
tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan
nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi
kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga
terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa,
umumkan hasil kuis dan beri reward.
19. Jigsaw
Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan
sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok
heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai
dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa
bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai
bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke
kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok
ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
20. TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan
sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan
siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs),
presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap
siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
21. GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat
kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi,
tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal
mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah,
jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah),
pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual,
buat skor perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
22. MEA (Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran
dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan
pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang
lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga
terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi
23. CPS (Creative Problem Solving)
Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan
pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan
kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari
fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan,
identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul
gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.
24. TTW (Think Talk Write)
Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan
bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya
dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil
presentasi. Sinatknya adalah: informasi, kelompok
(membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.
25. TS-TS (Two Stay – Two Stray)
Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi
pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok,
dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya
untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke
kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.
26. CORE (Connecting, Organizing,
Refleting, Extending)
Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar
konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali,
mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan
menemukan.
27. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite,
Review)
Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat
mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca
bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati
teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat
pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan
ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan
jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau
ulang menyeluruh
28. SQ4R (Survey, Question, Read,
Reflect, Recite, Review)
SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur
Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan
konteks aktual yang relevan.
29. MID (Meaningful Instructionnal
Design)
Model ini adalah pembnelajaran yang mengutyamakan
kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka
kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1)
lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi
pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan
belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep
30. KUASAI
Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap
berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya
belajar, Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan
ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman,
dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.
31. CRI (Certainly of Response Index)
CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang
berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya
untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002)
mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally
guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk
almost certain, dn 5 untuk certain.
32. DLPS (Double Loop Problem Solving)
DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan
masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya
masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya
menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan
munculnya masalah tersebut.
Sintaknya
adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi,
analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah
penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal,
mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi,
mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama,
menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.
33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)
DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan,
penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan
kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan,
penerapan, dan penutup.
34. CIRC (Cooperative, Integrated,
Reading, and Composition)
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca
dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok
heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi
bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci,
memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya,
presentasi hasil kelompok, refleksi.
35. IOC (Inside Outside Circle)
IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil
dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi
informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat
dan teratur. Sintaksnya adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran
kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke
dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang
berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru)
di depannya, dan seterusnya
36. Tari Bambu
Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa
untuk berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda
secara teratur. Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan
pengalaman dan pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa
berdiri berjajar di depoan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa
lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa opertama, siswa yang berhadapan
berbagi pengalkaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satui
jajaran pindah ke ujunug lainnya pada jajarannya, dan kembali berbagai
informasi.
37. Artikulasi
Artikulasi adlah mode pembelajaran dengan sintaks:
penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku,
salah satu siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya
kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru membimbing
siswa untuk menyimpulkan.
38. Debate
Debat adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa
menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar
untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan
oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya
begitu setrusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan
menambahkannya biola perlu.
39. Role Playing
Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan
scenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario
tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa
untuk melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas
peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan
penimpoulan dan refleksi.
40. Talking Stick
Suintak p[embelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat,
sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil
tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat
menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru
memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing
kesimpulan-refleksi-evaluasi.
Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk
kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di
kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan
kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan,
refleksi dan evaluasi
42. Student Facilitator and Explaining
Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian
materi, siswa mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya,
kesimpulan dan evaluasi, refleksi.
43. Course Review Horay
Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi,
tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau kelompok menuliskan nomor sembarang
dan dimasukkan ke dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak,
siswa yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak
menjawab jika jawaban benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore
atau yang lainnya, pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
44. Demonstration
Pembelajaran ini khusu untuk materi yang memerlukan peragaan
media atau eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran
umum materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok,
menunjuk siswa atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas,
penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
45. Explicit Instruction
Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang
sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sintaknya adalah:
sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan
procedural, membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan,
penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
46. Scramble
Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan
ajar, buat kartu jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan
kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal
dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok.
47. Pair Checks
Siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang
menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban,
bertukar peran, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
48. Make-A Match
Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan
kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu
soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok
dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi
dan dikocok, untuk badak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama,
penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
49. Mind Mapping
Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan
awal siswa. Sintaknya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan
terbuka, siswa berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatiu
jawababn, presentasi hasuil diskusi kelompok, siswa membuat kesimpulan dari
hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi.
50. Examples Non Examples
Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan
ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau pakai OHP, dengan petunjuk
guru siswa mencermati sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi,
presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, valuasi dan refleksi.
51. Picture and Picture
Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan
gambar kegiatan berkaitan dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan gambar
sehingga sistematik, guru mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru
menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.
52. Cooperative Script
Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi
bahan ajar, siswa mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil
diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran,
penyimpulan, evaluasi dan refleksi.
53. LAPS-Heuristik
Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bertisfat
tuntunan dalam rangaka solusi masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan
kata Tanya apa masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah
solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah,
rencana, solusi, dan pengecekan.
54. Improve
Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive
questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery,
Verivication, Enrichment. Sintaknya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan
konsep, siswa latian dan bertanya, balikan-perbnaikan-pengayaan-interaksi.
55. Generatif
Basi gneratif adalah konstruksivisme dengan sintaks
orintasi-motivasi, pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan restruturisasi
sajiankonsep, aplikasi, ranguman, evaluasi, dan refleksi
56. Circuit Learning
Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan
pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah
kondisikan situasi belajar kondusif dan focus, siswa membuat catatan kreatif
sesuai dengan pola pikirnya-peta konsep-bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi
57. Complete Sentence
Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan
sintakas: sisapkan blanko isian berupa aparagraf yang kalimatnya belum lengkap,
sampaikan kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok,
LKS dibagikan berupa paragraph yang kaliatnya belum lengkap, siswa berkelompok
melengkapi, presentasi.
58. Concept Sentence
Prosedurnya adalah penyampaian kompetensi, sajian materi,
membentuk kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan
ajar, tia kelompok membeuat kalimat berdasarkankata kunci, presentasi.
59. Time Token
Model ini digunakan (Arebds, 1998) untuk melatih dan
mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau
diam sama sekali. Langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan
diskusi, tiap siswa diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara
(pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai kupon
dikembalikan.
60. Take and Give
Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks,
siapkan kartu dengan yang berisi nama siswa – bahan belajar – dan nama yang
diberi, informasikan kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap
siswa disuruh berdiri dan mencari teman dan saling informasi tentang materi
atau pendalaman-perluasannya kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu,
dan seterusnya dengan siswa lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi
61. Superitem
Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa
secara bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa opemecahan masalah.
Sintaksnya adalah ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi, berikan
latihan soal bertingkat, berikan sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari
mengolah informasi-koneksi informasi, integrasi, dan hipotesis.
62. Hibrid
Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang
berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran
ekspositori, koperatif-inkuiri-solusi-workshop, virtual workshop menggunakan
computer-internet.
63. Treffinger
Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan
siap. Sintaks: keterbukaan-urun ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik
internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara
mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama,
kebebasan-terbuka, reward.
64. Kumon
Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan,
kerja individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah:
sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai,
jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima
kali salah guru membimbing.
65. Quantum
Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik
orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis,
interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua
berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha
siswa diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak,
alami-dengan dunia realitas siswa, namai-buat generalisasi sampai konsep,
demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman,
dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.
Rumus
quantum fisika asdalah E = mc2, dengan E = energi yang diartikan
sukses, m = massa yaitu potensi diri (akal-rasa-fisik-religi), c =
communication, optimalkan komunikasi + dengan aktivitas optimal.
BAB III
PENUTUP
Kehidupan akan terasa indah apabila ada variasi, sebaliknya
akan terasa membosankan jika segalanya monoton tak berubah. Perubahan kea rah
perbaikan adalah tuntutan alamiah yang menjadi kebutuhan setiap insane dalam
setiap kehidupan.
Manusia telah dibekali akal dan rasa untuk berkreasi,
menciptakan inovasi, agar segalanya berubah ke arah yang lebih baik dengan
ikhtiar mulai dari diri sendiri. Begitu pulal dalam pembelajaran, penciptaan
suasan kondusif perlu dilakukan, karena unsur rasa dalam berpikir selalu turut
serta dan tak bisa dipisahkan. Oleh karena itu penciptaan suasana kondusif
perlu dilakukan sehingga dalam belajar siswa tidak lagi merasa cemas, tidak
lagi takut dalam berpartisipasi, tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban,
melainkan memnjadi kesadaran dan kebutuhan, dalam suasana perasaan yang nyaman
dan menyenangkan.
Salah satu cara untuk menciptakan suasan yang nyaman dan
menyenangkan sert terhndar dari kevbiosanan adalah dengan memahami dan
melaksanakan model belajar yang dilakukan siswa, komunikasi positif yang
efektif, dan model pembelajaran yang inovatif. Semoga.
Daftar Pustaka
Ary Ginanjar Agustian (2002). Emotional
Spritual Quotient (ESQ). Jakarta: Arga.
Burton, L (1993). The
Constructivist Classroom Education in Profile. Perth: Edith Cowan
University.
Buzan, Tony (1989). Use Both
Sides of Yoru Brain, 3rd ed. New York: Penguin Books.
Cord (2001). What is Contextual
Learning. WWI Publishing Texas: Waco.
De Porter, Bobbi (1992). Quantum
Learning. New York: Dell Publishing.
Ditdik SLTP (2002). Pendekatan Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning, CTL). Jakarta.:Depdiknas.
Erman, S.Ar., dkk. (2002). Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-FPMIPA.
Gardner, Howard (1985). Frame of
Mind: The Theory of Multiple Ilntelligences. New York: Basic Bools.
Goleman, Daniel (1995). Emotional
Intelligence. New York: Bantam Books.