Jawaban Tugas Klasifikasi Hadits Ahad Kepada Shahih


BAB I
PENDAHULUAN


    1.  Latar Belakang Masalah
    Hadits atau Hadis, ( Al-Hadîts), adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadits dijadikan sumber hukum Islam selain al-Qur'an yang mana kedudukannya hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an. Hadits secara harfiah berarti "berbicara", "perkataan" atau "percakapan". Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad SAW.
Menurut istilah ulama ahli hadits, hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya, sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadits di sini semakna dengan sunnah. Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.
Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam sesudah Al-Qur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.
Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan haditst Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.
 Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah suatu hadits dapat dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak.
Dan seiring dengan berkembangnya zaman dan diiringi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, banyak sekali para ulama yang menyatakan pendapat mereka dengan berbagai macam pendapat dan alasan, maka dari itu kita harus mengetahui lebih mendalam khususnya dalam syariat islam baik dari  Hadits maupun Al Qur’an, oleh sebab itu makalah ini  akan membahas mengenai Ulumul Hadits yang bertemakan “Kualifikasi Hadits Dari Segi Kualitas”.
Supaya nantinya kita lebih mengetahui klasifikasi-klasifikasi Hadits tersebut dan menghindari dari kesalah pahaman khususnya dibidang Hadits Shahih, Hasan dan Dla’if.
.       Rumusan Masalah
A.    Apakah yang dimaksud dengan Hadits Shahih?

B.     Apakah yang dimaksud dengan Hadits Hasan?
C.     Apakah yang dimaksud dengan Hadits Dla’if?

3.      Tujuan Masalah
  1. Untuk mengetahui maksud dari Hadits Shahih.
  2. Untuk mengetahui maksud dari Hadits Hasan.
  3. Untuk mengetahui maksud dari Hadits Dla’if.
4.      Batasan Masalah
Dalam makalah ini, kami membatasi pembahasan hanya mengenai Hadits dari segi sisi kualitas, baik klasifikasi Hadits Shahih, Hasan maupun Dha’if. Dengan demikian kami berharap pembahasan kami dapat terfokus pada tema tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Klasifikasi Hadits Ahad Kepada Shahih, Hasan, dan Dha’if
A.   Hadits Shahih
1.      Ta’rif
Yang dimaksud Hadits Shahih menurut Muhadditsin ialah : Hadits yang dinukilkan (diriwayatkan) oleh rawy yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.
Menurut Imam al-Nawawi, Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh orang-orang adil dan dhabit, serta tidak syadz dan tidak cacat.

2.      Syarat-syarat Hadits Shahih
Menurut ta’rif Muhadditsin tersebut, bahwa suatu hadits dapat dinilai shahih, apabila telah memenuhi lima syarat :
.       Rawinya bersifat adil
b.      Sempurna ingatan
c.       Sanadnya tiada putus
d.       Hadits itu tidak ber’illat (cacat), dan
e.       Tiada janggal.
Ibnu’sh Shalah berpendapat, bahwa syarat hadits shahih telah disepakati oleh para Muhadditsin. Hanya saja, kalaupun mereka berselisih tentang keshahihan suatu hadits, bukanlah Karena syarat-syarat itu sendiri, melainkan karena adanya perselisihan dalam mensyaratkan sebagian sifat-sifat tersebut.
Untuk menetapkan keshahihan sebuah hadits harus diperiksa dulu, apakah ia syadz atau tidak. Untuk ini peneliti harus mau mencari tahu hadis dan materinya sama melalui jalur lain, atau membandingkannya dengan ajaran Al Qur’an, dari sana akan diketahui syadz dan tidaknya hadis yang sedang diteliti.
Dalam kitab ar-Risalah menyebut syarat-syarat suatu riwayat (sanad ahad) yang bisa diterima meliputi :

a.       Perawinya orang yang tsiqah dalam urusan agamanya
b.      Terkenal jujur dalam menyampaikan berita
c.       Memahami apa yang diceritakan
d.      Mengerti makna hadits dari lafalnya
e.       Tidak mengubah susunan hadits yang diriwayatkannya dan terpelihara tulisannya jika diriwayatkan melalui tulisan atau kitabnya
f.       Tidak mengubah susunan hadits sehingga apa yang disampaikan sama dengan apa yang didengar
g.      Terjaga dari hadits
h.      Sampai kepada Nabi Saw. (diceritakan dari Nabi).
3.      Klasifikasi Hadits Shahih
Hadits Shahih terbagi kepada dua bagian :
a.         Shahih li-dzatih, dan
b.        Shahih li-ghairih
            Kedlabitan seorang rawy yang kurang sempurna, menjadikan hadits Shahih li-dzatih turun nilainya menjadi Hadits Hasan li-dzatih. Akan tetapi jika Hadits Hasan li-dzatih sanad lain yang lebih dlabith, naiklah Hadits Hasan li-dzatih ini, menjadi Hadits Shahih li-ghairih.
Definisi Hadits Shahih li-ghairih adalah Hadits yang keadaan rawy-rawynya kurang hafidz dan dlabith, tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur, hingga kerenanya berderajat Hasan, lalu didapati padanya dari jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu. Contoh Hadits Shahih li-ghairih, ialah Hadits Bukhary dari Ubay bin Al-abbas bin Sahal dari ayahnya (‘Abbas) dari neneknya (Sahal) katanya : Konon Rasulullah mempunyai seekor kuda, ditaruh dikandang kami yang diberi nama Al-Luhaif”.
Ubay bin Al-‘Abbas oleh Ahmad, Ibnu Ma’in dan An-Nasa’iy dianggap rawy yang kurang baik hafalannya. Oleh karena itu, Hadits tersebut berderajat Hasan li-dzatihi. Tetapi karena Hadits Ubay tersebut mempunyai mutabi yang diriwayatkan oleh ‘Abdul Muhaimin, maka naiklah derajatnya dan Hasan li-dzatih menjadi Shahih li-ghairih.
4.      Martabat Hadits Shahih
Kekuatan Hadits Shahih itu, kurang lebih bersifat kedlabitan dan keadilan rawinya. Shahih yang paling tinggi derajatnya, ialah Hadits yang bersanad ashahhu’l-asanid. Kemudian berturut-turut sebagai berikut :
       a.     Hadits yang Muttafaq-‘alaihi atau Muttafaq-‘ala Shihhatihi
     Yaitu Hadits Shahih yang telah disepakati oleh kedua imam Hadits Bukhary dan Muslim,   
     tentang sanadnya.
       b.    Hadits yang hanya diriwayat(ditakhrij)kan oleh Imam Bukhary sendiri, sedang Imam  
            Muslim tidak meriwayatkan. Para Muhadditsin menamainya Infarada Bihi’l-Bukhary.
c.     Hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri Imam Bukhary tidak
      meriwayatkan. Para Muhadditsin menamainya dengan   Infarada Bihi Muslim.
d.   Hadits Shahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhary dan Muslim, yang disebut  
     dengan Shahihun ‘ala Syartha’i’l. yang dimaksud dengan istilah menurut syarat-syarat
     Bukhary dan Muslim ialah, bahwa rawy-rawy Hadits yang dikemudian itu terdapat di dalam
     kedua kitab Shahih Bukhary dan Muslim.
e. Hadits Shahih yang menurut syarat Bukhary, sedang beliau sendiri tidak mentakhrijkannya.  
    Hadits yang demikian ini, disebut dengan Shahihun ‘ala Syarthi’l-Bukhary.
       f. Hadits Shahih menurut syarat Muslim, sedang Imam Muslim sendiri tidak mentakhrijkannya.  
          Hadits yang demikian ini, dikenal dengan nama Shahihun ‘ala Syarthi Muslim.
g.   Hadits Shahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua Imam Bukhary dan Muslim.
    Ini bahwa Si Pentakhrij tidak Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau yang masih di
    perselisihkan. 
5.      Maksud Istilah-istilah Pengarang Hadits Yang Diterapkan kepada Hadits Shahih
Istilah At-Turmudzy ini, menurut :
a.        Ibnu’sh Shalah berarti,  bahwa Hadits itu mempunyai dua sanad, yakni : Pertama bersanad Hasan dan kedua bersanad Shahih.
b.   Pendapat lain mengatakan, bahwa diantara kedua kalimat itu terdapat huruf penghubung
    yang telah dibuang, yaitu : atau jika demikian maka hadits itu hanya mempunyai maka hadits  
    itu mempunyai satu sanad saja, tetapi para ‘ulama berlain-lainan menilainya.
c.   Kalau hadits yang dinilai Hasanun Shahihun tersebut, bukan Hadits fard, maka hal itu berarti
    bahwa Hadits itu mempunyai dua sanad, yakni yang satu Shahih dan yang lain Hasan.
B.   Hadits Hasan
1.      Ta’rif
At-Turmudzy menta’rifkan Hadits Hasan. Hadits Hasan adalah Hadits yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan Hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan ma’nanya.
Definisi tersebut tidak mani’ dan jami’. Sebab Hadits Shahih (yang rawynya sejahtera dari tuduhan dusta dan ma’nanya yang bersih dari kejanggalan) dan tercakup dalam definisi ini. Itulah sebabnya disebut definisi tidak Mani’. Demikian juga Hadits Gharib, walaupun bernilai Hasan pada hakikatnya, tidak dapat dimasukkan ke dalam definisi tersebut, karena dalam definisi itu disyaratkan harus mempunyai jalan datangnya berita (sanad) dari beberapa tempat. Itulah sebabnya dikatakan definisi tidak Jami’.
Perbedaan antara Hadits Shahih dan Hasan itu, terletak pada syarat kedlabithan rawy. Yakni pada Hadits Hasan , kedlabithannya lebih rendah (tidak begitu baik ingatannya), jika dibandingkan dengan Hadits Shahih. Sedang syarat-syarat Hadits Shahih yang lain masih diperlukan untuk Hadits Hasan.
2.      Klasifikasi Hadits Hasan
            Sebagaimana Hadits Shahih itu terbagi kepada lidzatih dan lighairih, demikian pula Hadits-Hasanpun terbagi kepada Hasan lidzatih dan Hasan-lighairih.
Hasan lidzatih yaitu hadis yang bersambung sanadnya, dinukilkan orang adil yang ringan (tidak sempurna) hafalanya, dan yang seperti itu sampai akhirnya, tanpa ada kejanggalan dan cacat.
Sedangkan Hasan lighairih yaitu Hadits Daif, yang bukan dikarenakan rawynya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’ atau syahid. Hadits Dlaif yang karena rawynya buruk hafalannya (su-u’lhifdhi), tidak dikenal identitasnya (mastur) dan mudallis (menyembunyikan cacat) dapat naik menjadi Hadits Hasan lighairih karena dibantu oleh Hadits-hadits lain yang semisal dan sema’na atau karena banyak yang meriwayatkannya.
3.      Martabat Hadits Hasan
Tinggi dan rendahnya Hadits Hasan, terletak pada tinggi rendahnya kedlabithan dan ke’adilan para rawynya. Hadits Hasan yang tinggi martabatnya, ialah yang bersanad Ahsanu’l asanid.
Kemudian dibawahnya, ialah Hadits Hasan-lidzatih dan yang terakhir ialah Hadits Hasan-lighairih.


4.      Maksud Istilah-istilah Para Penyusun Hadits Yang Diterapkan Kepada Hadits Hasan
Menurut pendapat At-Turmudzy, berkumpulnya dua sifat Hasan dan gharib dalam sebuah Hadits, sulit dimengerti. Karena menurut pendapatnya, Hadits Hasan ialah Hadits yang banyak saluran datangnya, sedang Hadits Gharib hanya mempunyai satu saluran datangnya.
Dalam hal ini, ada ada sebagian ‘Ulama yang mencoba menguraikan kesulitan itu, dengan mengatakan bahwa diantara kedua kalimat itu ada huruf ‘athaf (penghubung) yang dibuang, yaitu au (atau). Dengan demikian, menurut pendapat ini, At-Turmudzy meragukan nilai Hadits itu antara Hasan dan Gharib. Hadits yang baik ma’nanya menurut lughat, disebut dengan Hadits Hasan. Tetapi menurut Muhadditsin, dianggap sebagai Hadits Dla’if atau Maudlu’ atau setidak-tidaknya dianggap sebagi Hadits Munkar.
            a.    Kedudukan Hadits Shahih dan Hasan Dalam BerHujjah
 Kebanyakan ‘Ulama ahli ‘ilmu dan fuqaha, bersepakat menggunakan Hadits Shahih dan Hasan sebagai hujjah. Di samping itu, ada ‘Ulama yang mensyaratkan bahwa Hadits Hasan dapat dipergunakan hujjah, bila memenuhi sifat-sifat yang dapat diterima. Hadits yang mempunyai dapat diterima yang tinggi dan menengah, adalah Hadits Shahih, sedang Hadits yang mempunyai sifat dapat diterima yang rendah dan Hadits Hasan.
Jadi, pada prinsipnya kedua-duanya mempunyai sifat yang dapat diterima (maqbul). Hadits Maqbul menurut sifatnya, dapat diterima menjadi hujjah dan dapat diamalkan.
Yang termasuk Hadits Maqbul ialah :
Ø  Hadits Shahih, baik Shahih-lidzatih maupun Shahih-lighairih.
Ø  Hadits Hasan, baik Hasan-lidzatih maupun Hasan-lighairih.
Yang termasuk Hadits Mardud, ialah segala macam Hadits Dla’if. Hadits Mardud, tidak dapat diterima menjadi hujjah, karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawy-rawynya atau pada sanadnya.
b.         Hadits Shahih dan Hadits Hasan, dapat dipastikan dengan Hadits Musnad, Muttasil, dan Marfu’. Tetapi tidak sebaliknya, tiap-tiap Hadits Musnad, Muttasil atau Marfu’ belum tentu Shahih. Hal ini disebabkan, karena Hadits itu dikatakan Musnad, Muttasil atau Marfu’ atas dasar peninjauan dari satu segi, yang menjadi salah satu faktor untuk menentukan Shahih atau Hasannya suatu Hadits. Sedang faktor yang lain, misalnya keadaan dan kelakuan rawynya, tidak ditinjau.
  Ø  Musnad
Hadits Musnad ialah segala Hadits yang Marfu’ (berita yang disandarkan kepada Nabi) serta sanadnya bersambung.
  Ø  Muttasil (maushul)
Hadits Muttasil atau juga disebut Hadits Maushul, ialah Hadits yang sanadnya bersambung-sambung, baik bersambungnya itu sampai kepada Nabi Muhammad SAW, Maupun hanya sampai kepada sahabat.
  Ø  Marfu’
Hadits Marfu’ ialah perkataan, perbuatan atau iqrar yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, Baik sanad Hadits tersebut bersambung-sambung atau terputus, dan baik yang menyandarkan Hadits itu sahabat, maupun lainnya.
C.      Hadits Dla’if
1.        Ta’rif Hadist Dla’if
Adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat haits shahih atau hadits hasan. Dan hadits dla’if ini banyak sekali macam-macamnya dan mempunyai derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan yang harus dipenuhinya. Hadits dla’if yang karena tidak bersambung-sambung sanadnya dan tidak adil rawynya, adalah lebih dla’if daripada hadits yang hanya keguguran satu syarat maqbul (syarat-syarat yang diterima untuk hadits shahih dan hadits hasan) saja, baik daripada sanadnya maupun pada pada rawynya. Hadits dla’if yang kehilangan 3 syarat maqbul, adalah lebih dla’if daripada hadits dla’if yang keguguran dua syarat.

2.        Klasifikasi Hadist Dla’if Menurut Muhadditsin
Dilihat dari segi diterima atau tidaknya suatu hadits untuk dijadikan hujjah, maka hadits ahad itu pada prinsipnya terbagi kepada dua bagian, yaitu hadts maqbul dan hadits mardud. Yang termasuk hadits maqbul adalah hadits shahih dan hadits hasan dan yang termasuk hadits mardud adalah hadits dla’if dengan segala macamnya. Para muhadditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadits dari dua jurusan. Yakni dari jurusan sanad dan dari jurusan matan.

A.    Dari jurusan sanad dibagi menjadi dua yaitu :
1)      Terwujudnya cacat-cacat pada rawynya, baik dari keadilannya ,maupun hafalannya.
2)      Ketidak bersambung-sambungnya sanad, dikarenakan ada seorang rawy atau lebih yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
Dibawah ini adalah macam-macam kecacatan pada keadilan dan kedla’bitan rawy yaitu ada 10 macam,
Ø  Dusta, hadits dla’if yang karena rawynya dusta, disebut hadits maudlu’
Ø  Tertuduh dusta, hadits dla’if yang karena rawynya tertuduh dusta disebut hadits matruk.
Ø  Fasiq
Ø  Banyak salah
Ø  Lengah dalam menghafal, hadits dla’if yang karena rawynya fasiq, banyak salah dan lengah
    dalam hafalanya disebut hadits mungkar.
Ø  Banyak waham (purbasangka) hadits dla’if yang karna rawynya banyak waham disebut hadits
    mu’allal
Ø  Menyalahi riwayat orang kepercayaan.
Ø  Tidak diketahui identitasnya (jahalah) hadits dla’if yang karena rawynya jahalah maka disebut
   hadits mubham.
Ø  Penganut bid’ah hadits dla’if yang karena rawynya penganut bid’ah  maka disebut hadits
    mardud.
Ø  Tidak baik hafalannya hadits dla’if yang karena ini disebut hadits syadz dan muchtaklith
    Dan dibawah ini adalah sebab-sebab tertolaknya hadits karena sanadnya digugurkan (tidak
     bersambung) ada 4 macam :
1)      Kalau yang digugurkan itu sanad pertama maka haditsnya disebut hadits mu’allaq.
2)      Kalau yang digugurkan itu sanad terakhir (sahabat) maka disebut hadits mursal
3)      Kalau yamg digugurkan itu dua orang rawy atu lebih berturut-turut disebut hadits mu’dlal
     dan
4)      Jika tidak berturut-turut disebut hadits munqathi’
B.     Dilihat dari segi matan.
Hadits dla’if yang disebabkan suatu sifat yang terdapat pada matan adalah:
1.      Hadits mauquf
2.      Hadits maqthu’
1)      Macam-macam Hadits Dla’if Berdasarkan Rawy-rawynya Tercatat Keadilan Dan Kedlabithannya
A.    Hadits Maudhlu’
Adalah hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan itu dibangsakan kepada rasulullah SAW secara palsu dan dusta baik hal itu disengaja maupun tidak.
1)      Ciri-ciri Hadits Maudhlu’
a.       Ciri-ciri yang terdapat pada sanad
Ø  Pengakuan dari si-pembuat itu sendiri
Ø  Qarinah-qarinah yang memperkuat adanaya pengakuan membuat hadits maudlhu’
Ø  Qarinah-qarinah yang berpautan dengan tingkah lakunya
b.      Ciri-ciri yang terdapat pada matan
Ciri-ciri yang terdapat pada matan itu dapat ditinjau dari segi ma’na dan dari segi lafadnya.
2)      Sumber-sumber Yang Diriwayatkan Hadis Maudhlu’

Para pembuat hadits maudlhu’ ini dalam menjalankan tugasnya kadang-kadang mengambil dari fikiran sendiri semata-mata dan kadang-kadang menukil dari perkataan orang-orang yang dipandang alim pada waktu itu,
3)      Motif-motif Yang Mendorong Untuk Membuat Hadits Dla’if
a.       Mempertahankan idiologi partainya (golongannya) sendiri dan menyerang partai lainnya.
Pertentangan-pertentangan politik kehalifahan yang timbul sejak ahir kehalifahan Utsman dan awal pemerintahan ali adalah merupakan sebab-sebab yang langsung munculnya hadits-hadits maudhlu’ diwaktu itu timbul partai syi’ah dan golonagan muawiyah. Dan setelah selesai perang shiffin timbul pula golongan khawwarij diantara golongan-golongan tersebut, golongan syi’ah rafidlah adalah yang paling banyak membuat hadits maudlu’.
b.      Untuk merusak dan mengeruhkan agama islam,
c.       Fanatik kebangsaan,kesukuan,kedaerahan,kebahasaan, dan kultus individu terhadap imam mereka.
d.      Membuat kisah-kisah dan nasihat-nasihat untuk menarik peminat para pendenagrnya.
e.       Mempertahankan madzab-madzab dalam masalah khilafiyah,fiqhiyah,dan kalamiyah.
f.       Mencari muka dihadapan para penguasa untuk mencari kedudukan atau hadiah.
g.      Kejahilan mereka dalam ilmu agama disertai dengan adanya kemaun keras untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya.
4)      Usaha-usaha Para Ulama’ Dalam Memberantas Pemalsuan Hadits
a.       meng-isnadkan hadits
setelah terjadinya fitnah dan kaum muslimin sudah mulai berpecah-belah dalam beberapa partai dan golongan dan mulai bertebaran pemalsuan hadits-hadits rasulullah maka para sahabat dan tabi’in berhati-hati sekali dalam menerima hadits dari para rawynya. Mereka mulai meminta sanad kepada mereka yang menyampaikan hadits dan akhirnya menetapakan sanad suatu hadits. Sebab sanad bagi hadits itu adalah bagaikan nasab bagi seseorang.
b.      Meningkatkan perlawanan mencari hadits
Ini dengan cara mencari hadits dari suatu kota ke kota untuk menemui para sahabat yang meriwayatkan hadits, sejak itu para penuntut hadits hanya mendengar dari para sahabat saja. Jika mereka mendapatkan hadits dari selain sahabat, dengan segera mereka mencari sahabat Rasulullah untuk memperkuatkannya.
c.       Mengambil tindakan kepada para pemalsu hadits
Dalam rangka berhati-hati untuk meneima riwayat, maka sebagian dari mereka, menumpas para pemalsu hadits, melarang mereka meriwayatkannya dan menyerahkannya kepada para penguasa.
d.      Mejelaskan tingkah laku rawy-rawynya
e.       Membuat ketentuan-ketentuan umum tentang klasifikasi hadits
Disini mereka membuat ketentuan dan syarat-syarat bagi hadits shahih,hasan,dla’if.
f.       Membuat ketentuan-ketentuan untuk mengetahui ciri-ciri hadits maudhlu’
B.     Hadits Matruk
Adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatannya, yang diriwayatkan oleh orang tertuduh dusta dalam perhaditsan. Yang disebut dengan rawy yang tertuduh dusta ialah seorang rawy yang terkenal dalam pembicaraan dalam pendusta, tetapi belum dapat dapat dibuktikan bahwa ia sudah pernah berdusta dalam membuat hadits. Dan hadits yang diriwayatkan oleh rawy yang tertuduh dusta disebut hadits matruk dan yang meriwayatkannya disebut dengan matruku’l hadits.
C.     Hadits Munkar Dan Ma’ruf
Hadits yang menyendiri dalam periwayatan yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya, atau jelas kefasikannnya yang bukan karna dusta. Lengah dan banyak salah adalah dua istilah yang sangat berdekatan artinya. Lengah biasanya terjadi dalam penerimaaan Al-hadits sedangkan banyak salah terjadi dalam menyampaikan Al-hadits. Adapun yang dimaksud dengan fasik adalah “kecurangan dalam amal” bukan kecurangan dalam I’tikad, sebab soal curang dalam I’tikad dinamakan bid’ah. Hadits yang diriwayatkan oleh rawy yang tidak tsiqah (dla’if) berlawanan dengan riwayat orang tsiqah, imbangan hadits  munkar itu ialah hadits ma’ruf, hadits yang diriwaytkan oleh orang yang lemah disebut hadits munkar sedang riwayat orang tsiqah yang melawani riwayat orang yang lemah itu disebut hadits ma’ruf.

D.    Hadits Mu’allal
Adalah suatu hadits yang setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan, Nampak adanya salah sangka dari rawynya dengan mewashalkan (menganggap, bersambung atau sanad)  hadits yang munqthi’(terputus) atau memasukkan sebuah hadits pada suatu hadits yang lain, atau yang semisal dengan itu. Intinya adalah hadits mu’allal itu nampaknya tiada bercacat tetapi setelah diselidiki terdapat ‘illat. Dan ‘illat itu kadang-kadang terdapat pada sanad dan matan.
E.     Hadits Mudraj (Saduran)
Adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan, bahwa saduran itu termasuk hadits. Saduran ini dapat terjadi pada matan dan pada sanad, saduran pada matan itu ada yang terdapat pada awal matan, ditengah-tengah, dan diakhirnya. Adapun saduran dalam sanad itu antara lain, dapat terjadi umpamanya seorang rawy memasukkan sebuah hadits kedalam hadits lain yang berbeda sanadnya atau dengan menyisipkan seorang lain, yang bukan rawy sebenarnya.
F.      Hadits Maqlub
Adalah hadits yang menyalahi mukhalafah (menyalahi hadits lain) disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan.
G.    Hadits             Mudlarib
Adalah hadits yang mukhalafahnya (menyalahi dengan hadits lain) terjadi dengan pergantian pada satu segi, yang saling dapat bertahan, dengan tidak ada yanmg ditarjihkan. Dengan demikian ini berarti bahwa hadits mudltarib itu adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawy dengan beberapa jalan yang berbeda-beda, yang tidak mungkin dikumpulkan atau ditarjihkan.
H.    Hadits Muharaf
Adalah hadits yang muhkalafahnya (bersalahannya dengan hadits riwayat orang lain)
I.       Hadits Mushahaf
Adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah.
J.       Hadits Mubhram, Majhul, Dan Mastur
Hadits mubham adalah hadits yang di dalam matan atau sanadnya terdapat seoarng rawy yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atu perempuan. Dan jika seorang rawy dikenal keadilannya dan kedlabitannya atas dasar periwayatan orang-orang yang tsiqah akan tetapi penilaian orang-orang tersebut belum mencapai kebulatan suara maka rawy tersebut dinamakan majhulu’l hal dan haditsnya disebut hadits mastur.

K.    Hadits Syadz Dan Mahfudz
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh seoarang yang maqbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajah, lantern mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya dari segi-segi penarjihan.
L.     Hadits Mukhtalith
Adalah hadits yang buruk hafalannya disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.
2)      Macam-macam Hadits Dla’if Berdasarkan Gugurnya Rawy
a.       Hadits Muallaq
Adalah hadits yang gugur rawynya seorang atau lebih dari awal sanad
b.      Hadits Mursal
Adalah hadits yang gugur diakhir sanadnya seseorang setelah tabi’iy
c.       Hadits Mudallas
Adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan hadits itu tiada bernoda,
d.      Hadist Munqathi’
Adalah hadits yang gugur seorang rawynya sebelum sahabat, disuatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan berturut-turut.
e.       Hadits Mu’dlal
Adalah hadits yang gugur rawy-rawynya dua orang atau lebih berturut-turut baik bersama tabi’iy , tabi’iy bersama tabi’it-tabi’in maupun dua orang sebelum shahaby dan tabi’iy.
3)      Macam-macam Hadits Dlaif Berdasarkan Sifat Matannya
a.       Hadits Mauquf
Adalah berita yang hanya disandarkan sampai kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya itu bersambung maupun terputus.
b.      Hadits Maqthu’
Adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’iy serta dimauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung maupun tidak.

3.        Berhujjah Dengan Hadits Dla’if
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dla’if yang maudhlu’ tanpa menyebutkan kemaudlhu’annya , adapun kalau hadits dla’if itu bukan hadits maudhlu’ maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk berhujjah, dalam hal ini ada dua pendapat:
1)      Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits dla;if baik untuk menetapkan hokum, maupun untuk memberi sugesti amalan utama.

2)      Membolehkan, kendatipun dengan melepaskan sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk member sugesti,menerangkan keuatamaan ‘amal, dan bukan untuk menetapkan hokum-hukum syariat seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah keimanan.
4.        Meriwayatkan Hadits Dla’if Tanpa Menyebutkan Sanadnya
Para ulama yang arif-arif melarang menyampaikan hadits dla’if tanpa menjelaskan sanadnya.


BAB III
PENUTUP
         1.  Kesimpulan
setelah kita mempelajari tentang apa yang dimaksud dengan hadits shahih, hasan, dan dla’if. Maka dapat disimpulkan bahwa hadits shahih adalah Hadits yang dinukilkan (diriwayatkan) oleh rawy yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal. Dan hadits hasan itu menyerupai hadits shahih tetapi terdapat Perbedaan antara Hadits Shahih dan Hasan itu, yakni terletak pada syarat kedlabithan rawy. Yakni pada Hadits Hasan , kedlabithannya lebih rendah (tidak begitu baik ingatannya), jika dibandingkan dengan Hadits Shahih. Sedangkan hadits dla’if itu adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan.

2.       Saran
Makalah ini tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna dan kami sangat mengharapkan saran dan kritik guna membangun dan bisa memperbaiki makalah kami. Dan ada pepatah yang mengatakan “semakin ilmu itu di gali maka semakin banyak yang tidak kita ketahui”. Oleh sebab itu kita generasi muda hendaklah lebih mengoptimalkan sisa waktu kita untuk berbenah diri mempelajari seluk-beluk agama islam dari segi al-qur’an dan juga hadits.

DAFTAR RUJUKAN

Al-Maliki, Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Fiqih, Yogyakarta: PustakaPelajar, 2009.

Dailamy, Muhammad, Kajian Atas Ketepatan Penulisan Dan Kesahihan Hadits, Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2006.
Rahman, Fatchur, Ikhtishar Mushthalahu’l Hadits , Bandung: PT Al Ma’arif, 1970.