Semester Dua

  1. Metodologi Penelitian 
  2. Studi Hadits
  3. Manajemen Pendidikan Islam
  4. Belajar dan Pembelajaran
  5. Sisiologi Agama
  6. Fiqh Kontemporer

Untuk Mengetaui Jawaban Jawaban Soal- Soal Tesrsebut di Atas Klick Saja Link-Link No 1 s/d 6

Paradigma ijtihad hukum Islam yang bagaimana yang harus di kembangkan di masa kini dan mendatang!

Jawaban ‘
4). Paradigma ijtihad hukum Islam yang bagaimana yang harus di kembangkan di masa kini dan  mendatang!


Dalam memenuhi Pola Ijtihad yang Dibutuhkan pada Masa Kini,” yaitu kita harus  mengetaui dimana ,”  Sebagai  manusia di karuniai rahmat, taufik, dan hidayah-Nya yang di berikan kepada kita semua yaitu berupa akal pikiran yang sempurna (berbeda dengan mahluk allah SWT yang lainnya), dan seyogyanya kita sebagai mahluk ciptaan allah yang berakal mengagungkannya dengan segala sesuatu yang kita miliki, seperti memikirkan, mengangan-angan ciptaan Allah yang begitu dahsyatnya menciptakan langit dan bumi seisinya serta galaksi-galaksi yang ada di luar angkasa. Kemudian lebih mengerucut lagi pada permasalah hukum syari’at yang di bebankan kepada kita semua untuk menjalankannya. Di dalam al-Qur’an banyak  sekali hukum yang berkaitan dengan ciptaan Allah, tapi dengan penunjukan yang belum jelas, Itu semua di tujukan pada manusia agar mereka berpikir tentang ayat-ayat Allah yang penuh dengan ma’na dan rahasia tersendiri, oleh sebab itu di sini nanti kita akan mempelajari tentang hukum-hukum islam modern melalui pemikiran manusia seutuhnya untuk membuat suatu hukum yang baru(ijtihad). 
            Realita
pada zaman sekarang dengan globalisasi dan peradaban dunia yang semakin maju memungkinkan sekali untuk suatu hukum syari’at islam berkembang, di samping itu juga pemikiran manusia yang berkembang  dan memungkinkan manusia untuk membuat sesuatu yang baru, Dimana mereka berpikir bahwa sesuatu  yanng baru( pada zaman rosululloh SAW tidak ada) pasti mempunyai hukum yang baru juga( dalam al-Quran dan al-khadits belum ada),
 Masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Perubahan masyarakat itu dapat berupa perubahan tatanan sosial, budaya, sosial ekonomi dan lain-lainnya. Nabi saw. pernah mengatakan, bahwa setiap sertus tahun (seabad) akan ada orang yang bertugas memperbaharui pemahaman keagamaan.Ummt Islam telah mengalami perubahan sebanyak lima belas kali. Pada setiap abad mestinya terdapat seorang mujtahid dan mujaddid. Orang itu harus bisa menyelesaikan masalah pada zamannya. Hal ini berarti bahwa ijtihad para ulama terdahulu mesti sesuai dengan waktu dan keadaan di mana mereka berada namun belum tentu sesuai dengan keadaan umat Islam sekarang ini.
Bila pada masa lampau seorang mujtahid ditambahkan keberadaannya oleh umat Islam, maka sekarang keberadaannya sangat diharapkan. Al-Qardawi mengatakan: ada dua penyebab utama mengapa syari’ah Islam tidak dapat diterapkan secara “kaffah” pada masyarakat Islam, yaitu :
  1. Penyimpangan politik yang dilakukan oleh pemerintah, ia memasukkan hukum wad’i (buatan manusia) diberlakukan sebagai ganti hukum Allah swt.
  2. Berhentinya gerakan ijtihad, sehingga yang muncul ke permukaan ialah taklid pada suatu mazhab tertentu hukum Islam tidak mengalami perkembangan sama sekali, ia dituding tidak dapat mengikuti perkembangan (baik politik, ekonomi, sosial, pendidikan) dan lain-lain. Tentu mujtahid yang diharapkan sekarang ini mampu menyelesaikan masalah-masalah kontemporer, terutama setelah adanya perubahan masyarakat, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan teknologi.
Karena itu, ijtihad pada masa sekarang ini jauh lebih diperlukan dibandingkan dengan masa-masa lampau. Berbagai persoalan kontemporer telah muncul ke permukaan dan menuntut kita menyelesaikannya. Persoalan-persoalan tersebut meliputi berbagai bidang kehidupan, mulai dari ekonomi, sosial, budaya, sampai pada masalah-masalah rekayasa genetika dalam bidang kedokteran. Dalam bidang ekonomi, kita menjumpai beberapa kegiatan atau lembaga yang dahulu tidak ada. Lembaga perbankan dengan segala kaitannya. Lembaga asuransi dengan segala macamnya, merupakan masalah yang harus dilihat hukumnya dalam Islam.
Dalam bidang kedokteran dan rekayasa genetika manusia kita menjumpai tindakan-tindakan medis yang sangat menakjubkan. Pencangkokan jaringan atau organ manusia, bayi tabung dan lain-lainnya perlu juga mendapatkan janaba hukum agar hukum Islam nampak dinamis seperti masa-masa dahulu.
Berdasarkan dengan keadaan seperti di atas, maka ijtihad pada masa sekarang ini dapat dilakukan melalui dua cara yaitu ijtihad intiqa’i atau ijtihad tarjih dan ijtihad insya’i atau ijtihad ittida’i.
1. Ijtihad Intiqa’i atau Ijtihad Tarjihi
            Yang dimaksud dengan ijtihad intiqa’i atau ijtihad tarjih adalah ijtihad yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk memilih pendapat para ahli hukum terdahulu mengenai masalah-masalah tertentu, sebagaimana tertulis dalam berbagai kitab hukum Islam, kemudian menyeleksi mana yang lebih kuat dalilnya dan lebih relevan dengan kondisi masyarakat. Kemungkinan besar pendapat para ahli hukum Islam terdahulu mengenai masalah yang sedang dipecahkan itu berbeda-beda. Dalam hal ini mujtahid muntaqi bertugas untuk mempertimbangkan dan menyeleksi dalil-dalil dan argumen-argumen dari setiap pendapat itu, kemudian memberikan preferensinya terhadap pendapat yang dianggap kuat dan dapat diterima. Agaknya, mujtahid dalam tipe kini hampir sama dengan ahlu al-tarjih dalam klasifikasi mujtahid yang dikemukakan oleh ushul Fikih pada umumnya. Kegiatan tarjih yang dilakukan oleh ahli al-tarjihi pada masa kebangkitan kembali hukum Islam berbeda dengan kegiatan tarjih pada masa kemunduran hukum Islam.

     
Pada masa yang disebutkan terakhir ini, tarjih diartikan sebagai kegiatan yang tugas pokoknya adalah menyeleksi pendapat para ahli hukum Islam di lingkungan mazhab tertentu. Artinya ruang lingkup tarjih hanya berlaku dikalangan interen mazhab tertentu, seperti Syafi’iyyah, Malikiyyah, dan lain-lain. Sedangkan tarjih pada masa kebangkitan kembali hukum Islam ruang lingkupnya jauh lebih luas dari tarjih sebelumnya. Tarjih pada periode ini berarti menyeleksi berbagai pendapat dari mazhab apapun ia berasal, kemudian diambil pendapat yang rajih, yang paling kuat, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Pendapat ahli hukum terdahulu dinyatakan rajih apabila pendapat itu didasari oleh dalil yang kuat, cocok dengan zaman sekarang, dan sesuai dengan tujuan disyari’atkannya hukum Islam.
            Dalam hubungan ini mempelajari hukum Islam secara komparatif dan filsafat hukum Islam menjadi penting. Dalam rangka melakukan ijtihad initiqa’i ini seyogyanya kita tidak membatasi diri pada mazhab yang empat saja. Melainkan harus menjangkau berbagai mazhab lain. Sekalipun itu bukan aliran sunni. Namun demikian Al-Qardawi mengingatkan agar dalam mengadopsi salah satu pendapat hendaknya tidak dilakukan dengan cara serampangan, tidak dengan diteliti sebab hal semacam itu berujung pada taklid buta. Yang perlu diteliti dan diperhatikan bukan siapa yang mengatakannya, tetapi bagaimana dalil dan cara berpikir yang digunakan, bagaimana relevansinya dengan masa sekarang, dan bagaimana pula hubungan dengan maqaisid al-Syari’ah (tujuan-tujuan hukum Islam).
2. Ijtihad insya’i
Pola ijtihad yang kedua yang dibutuhkan pada masa sekarang adalah ijtihad insya’i. ijtihad insya’i adalah usaha untuk menetapkan kesimpulan hukum mengenai peristiwa-peristiwa baru yang belum diselesaikan oleh para ahli hukum terdahulu. Menurut Al-Qardawi kegiatan ijtihad insya’i mutlak harus kembali diaktifkan guna mencari solusi-solusi baru terhadap permasalahan yang baru muncul serta demi pengembangan hukum Islam, sebab setiap masa memiliki problem yang berbeda, demikian pula halnya dengan masa sekarang, problemnya tidak serupa dengan masa dahulu. Kriterianya sangat keras dialamatkan kepada sebagian ulama yang menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup.
Al-Qardawi mengingatkan munculnya dua bidang muamalah yang menuntut jawaban-jawaban baru khususnya ditinjau dari segi hukum dalam pelaksanaannya, kedua bidang muamalah itu, ialah :
Pertama : Bidang ekonomi atau keuangan, dalam bidang ini muncul sederetan bentuk-bentuk transaksi yang sifatnya tidak pernah dijumpai pada masa dahulu seperti : Asuransi dengan berbagai bentuk dan ragamnya, perbankan dengan segala macam bentuk transaksinya. Semua itu menunggu jawaban hukum secara pasti dan cepat.
Kedua : Bidang ilmu pengetahuan atau kedokteran. Dalam bidang ini juga ditemukan berbagai cara kegiatan yang memerlukan kejelasan hukum. Sebagai sebagai contoh dapat dikemukakan kasus pencangkokan jaringan atau organ tubuh manusia. Dalam kasus ini maka muncullah beberapa pertanyaan.
  1. Apakah dibolehkan dalam Islam pencangkokan organ tubuh binatang dalam diri/tubuh manusia dengan alasan demi menyelamatkan jiwa orang tersebut meskipun binatang itu adalah babi ?
  2. Apakah seorang muslim berhak memberikanb izin untuk dipergunakan salah satu anggota tubuhnya demi kepentingan anaknya atau kedua orang tuanya ?
  3. Bolehkah seorang muslim memberikan jazadnya (mayatnya) untuk diadopsi dalam rangka kajian-kajian kedokteran?
Jadi  Ijtihad dalam Islam berfungsi sebagai dinamisator didalam sistem hukum Islam. Ijtihad merupakan sarana yang paling ampuh untuk menerapkan hukum Islam di segala bidang. Oleh karena itu, apabila ijtihad tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka akan terasa suatu kelakuan dalam sistem hukum Islam. Sebab, perjalanan hidup dan kehidupan manusia senantiasa berkembang seperti kemajuan ilmu dan teknologi yang dengan sendirinya membutuhkan jawaban-jawaban yuridis demi memperoleh kepastian hukum terhadap seluruh aspek kegiatannya sehingga Islam tetap tampil sebagai rahmatan lil alamin.